Pages

Kamis, 30 Juni 2011

Riwayat Hidup Maulana Muhammad Ilyas: Pendiri Jamaah Tabligh

Maulana Muhammad Ilyas Al-Kandahlawy lahir pada tahun 1303 H. (1886) di desa Kandahlah di area Muzhafar Nagar, Utar Prades, India.Ayahnya bernama Syaikh Ismail dan Ibunya bernama Shafiyah Al-Hafidzah. Keluarga Maulana Muhammad Ilyas terkenal sebagai gudang ilmu agama dan memiliki sifat wara '. Saudaranya antara lain Maulana Muhammad yang tertua, dan Maulana Muhammad Yahya. Sementara Maulana Muhammad Ilyas adalah anak ketiga dari tiga bersaudara ini.

Maulana Muhammad Ilyas pertama kali belajar agama pada kakeknya Syaikh Muhammad Yahya, beliau adalah seorang guru agama di madrasah di kota kelahirannya. Kakeknya ini adalah seorang penganut mazhab Hanafi dan teman dari seorang ulama dan penulis Islam terkenal, Syaikh Abul Hasan Al-Hasani An-Nadwi yang merupakan seorang direktur pada lembaga Dar Al-'Ulum di Lucknow, India [2]. Ayah beliau Syaikh Muhammad Ismail adalah seorang ruhaniawan besar yang suka menjalani hidup dengan ber'uzhlah, berkhalwat dan beribadah, membaca Al-Qur'an dan melayani para musafir yang datang dan pergi serta mengajarkan Al-Qur'an dan ilmu-ilmu agama.

Ia selalu mengamalkan do'a ma'tsur dari hadits untuk waktu dan kondisi yang berbeda. Perangainya menyukai kedamaian dan keamanan serta bergaul dengan manusia dengan penuh kasih sayang dan kelembutan, tidak seorangpun meragukan dirinya. Bahkan beliau menjadi tumpuan kepercayaan para ulama sehingga mampu membimbing berbagai tingkat kaum muslimin yang terhalang oleh perselisihan di antara mereka. Adapun ibunda beliau Shafiyah Al-Hafidzah adalah seoarang Hafidzah Al-Qur'an. Istri kedua dari Syaikh Muhammad Ismail ini selalu menghatamkan Al-Qur'an, bahkan sambil bekerjapun mulutnya senantiasa bergerak membaca ayat-ayat Al-Qur'an yang sedang ia hafal.

Maulana Muhammad Ilyas sendiri mulai mengenal pendidikan pada sekolah Ibtidaiyah (dasar). Sejak saat itulah beliau mulai menghafal Al-Qur'an, hal ini di sebabkan pula oleh kebiasaan yang ada dalam keluarga Syaikh Muhammad Ismail yang kebanyakan dari mereka adalah Hafidzh Al-Qur'an. Sehingga diriwayatkan bahwa dalam shalat berjama'ah separuh Shaff bagian depan semuanya adalah Hafidzh terkecuali muazzin saja. Sejak kecil telah tampak ruh dan semangat agama dalam dirinya, beliau memilki kerisauan terhadap umat, agama dan dakwah.Sehingga 'Allamah Asy-Syaikh Mahmud Hasan yang dikenal sebagai Syaikhul Hind (guru besar ilmu hadits pada madrasah Darul' Ulum Deoband) mengatakan, "sesungguhnya apabila aku melihat Maulana Ilyas aku teringat akan kisah perjuangan para sahabat".

Pada suatu ketika saudara tengahnya, yakni Maulana Muhammad Yahya pergi belajar kepada seorang 'alim besar dan pembaharu yang ternama yakni Syaikh Rasyid Ahmad Al-Gangohi, di desa Gangoh, area Saranpur, Utar Pradesh, India. Maulana Muhammad Yahya belajar membersihkan diri dan menyerap ilmu dengan bimbingan Syaikh Rasyid. Hal ini pula yang membuat Maulana Muhammad Ilyas tertarik untuk belajar pada Syaikh Rasyid sebagaimana kakaknya. Akhirnya Maulana Ilyas memutuskan untuk belajar agama menyertai kakaknya di Gangoh. Akan tetapi selama tinggal dan belajar di sana Maulana Ilyas selalu menderita sakit. Sakit ini ditanggungnya selama bertahun-tahun lamanya, tabib Ustadz Mahmud Ahmad putra dari Syaikh Gangohi sendiri telah memberikan pengobatan dan perawatan pada beliau.

Sakit yang dideritanya menyebabkan kegiatan belajarnyapun menurun, akan tetapi ia tidak berputus asa. Banyak yang menyarankan agar beliau berhenti belajar untuk sementara waktu, beliau menjawab, "apa gunanya aku hidup jika dalam kebodohan". Dengan ijin Allah SWT, Maulana pun menyelesaiakan pelajaran Hadits Syarif, Jami'at Tirmidzi dan Shahih Bukhari, dan dalam jangka waktu empat bulan beliau sudah menyelesaikan Kutubus Sittah [3]. Tubuhnya yang kurus dan sering terserang sakit semakin membuat beliau bersemangat dalam menuntut ilmu, begitu pula kerisauannya yang bertambah besar terhadap kondisi umat yang jauh dari Syari'at Islam.

Ketika Syaikh Gangohi wafat pada tahun 1323 H, beliau baru berumur dua puluh lima tahun dan merasa sangat kehilangan guru yang paling dihormati. Hal ini membuatnya semakin taat beribadah pada Allah. Ia menjadi pendiam dan hanya mengerjakan ibadah, dzikir, dan banyak mengerjakan amal-amal infiradi [4].
Maulana Muhammad Zakariya menuliskan:
Pada waktu aku mengaji sebuah kitab kepada beliau, aku datang padanya dengan kitab pelajaranku dan aku menunjukkan tempat pelajaran dengan jari kepadanya. Tetapi apabila aku salah dalam membaca, maka ia akan memberi sinyal kepadaku dengan jarinya agar menutup kitab dan menghentikan pelajaran. Hal itu beliau maksudkan agar aku mempelajari kembali kitab tersebut, kemudian datang lagi pada hari berikutnya [5].

Ia akhirnya berkenalan dengan Syaikh Khalid Ahmad As-Sharanpuri penulis kitab Bajhul Majhud Fi Hilli Alfazhi Abi Dawud dan akhirnya beliau berguru kepadanya. Semakin bertambah ilmu yang dimiliki membuat beliau semakin tawaddu '. Ketawaddu'an beliau di usia mudanya menyebabkan beliau dihormati di kalangan para Ulama dan Masyaikh. Syaikh Yahya, kakak kandung beliau sendiri tidak pernah memperlakukan beliau sebagai anak kecil, bahkan Syaikh Yahya sangat menghormati beliau.

Pada suatu ketika di Kandhla ada sebuah pertemuan yang dihadiri oleh ulama-ulama besar, di antaranya terdapat nama Syaikh Abdurrahman Ar-Raipuri, Syaikh Khalil Ahmad As-Sharanpuri, dan Syaikh Asyraf Ali At-Tanwi. Waktu itu tiba waktu sholat Ashar, mereka meminta Maulana Ilyas untuk mengimami sholat tersebut. Ustadz Badrul Hasan salah seorang di antara keluarga besar tersebut berkata, "alangkah panjang dan beratnya kereta api ini, namun alangkah ringan lokomotifnya", kemudian salah seorang diantara hadirin menjawab, "tetapi lokomotif yang kuat itu justru karena ringannya".

Akibat kematian kakaknya, Maulana Muhammad Yahya, pada 9 Agustus 1925, beliau mengalami goncangan batin yang cukup berat. Dua tahun setelah itu, menyusul kakaknya yang tertua, Maulana Muhammad. Ia meninggal di Masjid Nawab Wali, Qassab Pura dan dimakamkan di Nizamuddin. Kematian Maulana Muhammad ini mendapat perhatian dari masyarakat sekitarnya. Beribu orang menziarahi jenazahnya. Setelah dimakamkan orang ramai meminta kepada Maulana Ilyas untuk menggantikan kakaknya di Nizamuddin padahal pada waktu itu beliau sedang menjadi salah seorang pengajar di Madrasah Mazhahirul 'Ulum. Masyarakat bahkan menjanjikan dana bulanan kepada madrasah dengan syarat agar dapat diamalkan seumur hidupnya. Pada akhirnya, setelah mendapat ijin dari Maulana Khalil Ahmad dengan pertimbangan jika tinggalnya di Nizamuddin membawa manfaat maka Maulana Ilyas akan diberi kesempatan untuk berhenti mengajar. Ia pun akhirnya pergi ke Nizamuddin, ke madarasah warisan ayahnya yang kosong akibat lama tidak dihuni. Dengan semangat mengajar yang tinggi beliaupun akhirnya membuka kembali madrasah tersebut.

Karena semangat yang tinggi untuk memajukan agama, beliaupun mendirikan Maktab di Mewat, tetapi kondisi geografis yang agraris menyebabkan masyarakatnya lebih menyukai anak-anak mereka pergi ke kebun atau ke sawah dari ke Madrasah atau Maktab untuk belajar agama, membaca atau menulis. Dengan demikian Maulana Ilyas dengan terpaksa meminta orang Mewat untuk menyiapkan anak-anak mereka untuk belajar dengan pembiayaan yang ditanggung oleh Maulana sendiri. Besarnya pengorbanan Maulana hanya untuk memajukan pendidikan agama bagi masyarakat Mewat tidak mendapatkan perhatian. Bahkan mereka enggan menuntut ilmu, mereka senang hidup dalam kondisi yang sudah mereka jalani selama bertahun-tahun turun temurun.

Ia melihat bahwa kebodohan, kegelapan dan sekularisme yang melanda negerinya sangat berpengaruh terhadap sekolah-sekolah. Para murid tidak mampu menjunjung nilai-nilai agama sebagaimana mestinya, sehingga gelombang kebodohan semakin melanda bagaikan gelombang lautan yang melaju deras sampai ratusan mil membawa mereka hanyut. Tetap saja masyarakat masih belum memiliki semangat agama. Kebanyakan mereka tidak begitu tertarik untuk mengirimkan anak-anak mereka untuk belajar ilmu di Madrasah. Hal ini disebabkan mereka tidak tahu pentingnya ilmu agama, mereka pun tidak menaruh hormat pada lulusan Madrasah yang telah memberikan penerangan dan dakwah. Orang Mewat pun tidak mau mendengarkan apalagi mengikutinya. Kesimpulannya bahwa Madrasah-madrasah yang ada itu tidak mampu mengubah warna dan gaya hidup masyarakat [6].

Melihat kondisi Mewat yang sangat jahil itu semakin menambah kerisauan beliau akan keadaan umat Islam terutama masyarakat Mewat. Kunjungan-kunjungan diadakan bahkan madrasah-madrasah banyak didirikan, tetapi hal itu belum dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi masyarakat Mewat. Dengan ijin Allah timbullah keinginannya untuk mengirimkan jama'ah dakwah ke Mewat. Pada tahun 1351 H/1931 M, beliau menunaikan haji yang ketiga ke tanah suci Mekkah. Kesempatan tersebut dipergunakannya untuk menemui tokoh-tokoh India yang ada di Arab guna mengenalkan usaha dakwah dan dengan harapan agar usaha ini dapat terus dijalankan di tanah Arab. Keinginannya yang besar menyebabkan beliau berkesempatan menemui Sultan Ibnu Sa'ud yang menjadi raja tanah Arab untuk mengenalkan usaha mulia yang dibawanya. Selama di tanah Makkah Jama'ah bergerak setiap hari sejak pagi sampai petang, usaha dakwah terus dilakukan untuk mengajak orang taat kepada perintah Allah dan menegakkan dakwah.

Setelah pulang dari haji tersebut, Maulana mengadakan dua kunjungan ke Mewat, masing-masing disertai Jama'ah dengan jumlah yang cukup besar, paling sedikit seratus orang. Bahkan di beberapa tempat jumlah itu justru semakin membengkak. Kunjungan pertama dilakukan selama satu bulan dan kunjungan ke dua dilakukan hanya beberapa hari saja. Dalam kunjungan tersebut beliau selalu membentuk jama'ah-jama'ah yang dikirim ke kampung-kampung untuk berjaulah (berkeliling dari rumah ke rumah) guna menyampaikan pentingnya agama [7]. Ia sepenuhnya yakin bahwa kebodohan, kelalaian serta hilangnya semangat agama dan jiwa keislaman itulah yang menjadi sumber kerusakan. Adapun satu-satu jalan adalah membujuk orang-orang Mewat agar keluar dari kampung halamannya untuk memperbaiki diri dan belajar agama, serta melatih kebiasaan-kebiasaan yang baik sehingga tumbuh kesadarannya untuk mencintai agama lebih dari dunia dan mementingkan amal dari mal (harta).

Dari Mewat inilah secara berangsur-angsur usaha tabligh meluas ke Delhi, United Province, Punjab, Khurja, Aligarh, Agra, Bulandshar, Meerut, Panipat, Sonepat, Karnal, Rohtak dan daerah lainnya. Begitu juga di kota-kota pelabuhan banyak jama'ah yang tinggal dan terus bergerak menuju tempat-tempat yang ditargetkan sepeti halnya daerah Asia Barat [8]. Terbentuknya jama'ah ini adalah dengan ijin Allah melalui kerisauan seorang Maulana Muhammad Ilyas, menyebarlah jama'ah-jama'ah yang membawa misi ganda yaitu ishlah diri (perbaikan diri sendiri) dan mendakwahkan kebesaran Allah SWT kepada seluruh umat manusia. Perkembangan jama'ah ini semakin hari semakin tampak. Banyak jama'ah yang dikirim dari tempat-tempat yang dikunjungi jama'ah pun ada yang kemudian membentuk rombongan jama'ah baru sehingga silaturrahim antara kaum muslimin dengan muslim yang lain dapat terwujud. Gerakan jama'ah tidak hanya tersebar di India tetapi sedikit demi sedikit telah menyebar ke berbagai negara. Hanya kekuasaan Allah yang dapat memakmurkan dan membesarkan usaha ini.

Kekhawatiran akan kondisi umat semakin bertambah, jama'ah-jama'ah banyak dibentuk dan dikirim ke pelosok jazirah. Sehingga dengan ijin Allah usaha ini pun semakin meluas. Maulana Muhammad Ilyas tanpa henti terus memberi dorongan dan perintah ilmu dan pemikirannya untuk menjalankan usaha dakwah ini agar sampai ke seluruh alam. Dalam keadaan umur yang tua renta, Maulana terus bersemangat hingga tubuhnya yang kurus tidak mampu lagi untuk digerakkan ketika beliau menderita sakit. Pada hari terakhir dalam sejarah hidupnya Maulana mengirim utusan kepada Syaikhul Hadits Maulana Zakariya, Maulana Abdul Qodir Raipuri, dan Maulana Zafar Ahmad, bahwa ia akan mempercayakan kepercayaan sebagai amir jama'ah kepada sahabat-sahabatnya seperti Hafidz Maqbul Hasan, Qozi Dawud, Mulvi Ihtisamul Hasan , Mulvi Muhammad Yusuf, Mulvi Inamul Hasan, Mulvi Sayyid Raza Hasan. Pada saat itu terpilihlah Mulvi Muhammad Yusuf sebagai pengganti Maulana Muhammad Ilyas dalam memimpin usaha dakwah dan tabligh [9].

Pada sekitar bulan Juli 1944 beliau jatuh sakit yang cukup parah, beliau hanya berbaring di tempat tidur dengan ditemani para pembantu dan muridnya. Kondisi tubuhnya yang telah lemah merupakan bukti nyata bahwa beliau bersungguh-sungguh menghabiskan waktu berdakwah khuruj Fi Sabilillah mengembara dari satu tempat ke tempat lain bersama dengan Jama'ah untuk mendakwahkan kebesaran Allah dan kalimat Laa Ilaaha Illallah Muhammad Rasulullah.

Pada tanggal 13 Juli 1944, Maulana telah siap untuk menempuh perjalanannya yang terakhir. Ia bertanya kepada salah seorang yang hadir, "apakah besok hari Kamis?", Yang di sekelilingnya menjawab, "benar", kemudian beliau berkata lagi, "periksalah pakaianku, apakah ada najisnya atau tidak", yang disekelilingnya berkata bahwa pakaian yang dikenakannya masih dalam keadaan suci. Kemudian beliau turun dari dipan, berwudlu dan mengerjakan sholat Isya 'dengan berjama'ah. Ia berpesan kepada orang-orang agar memperbanyak dzikir dan do'a pada malam itu. Ia berkata, "yang ada di sekelilingku ini pada hari ini harus menjadi orang-orang yang dapat membedakan antara perbuatan setan dan perbuatan malaikat Allah".

Pada pukul 24.00 beliau pingsan dan sangat gelisah, dokter segera dipanggil dan obat pun segera diberikan, kata-kata Allahu Akbar terus keluar dari mulutnya ketika malam telah menjelang pagi, beliau mencari putranya Maulana Muhammad Yusuf dan Maulana Ikromul Hasan ketika dipertemukan beliau berkata, "kemarilah kalian, aku ingin memeluk, tidak ada lagi waktu setelah ini, sesungguhnya aku akan pergi ".Akhirnya Maulana menghembuskan nafas terakhirnya, beliau pulang ke rahmatullah sebelum adzan Shubuh. Seorang pengembara yang amat lelah yang mungkin tidak pernah tidur dengan tenang, kini sampai ke tempat tujuannya. "Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas dan di ridhai-Nya. Maka masuklah kamu kedalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku "(Al-Fajr, 127-128) [10].

Ia tidak banyak meninggalkan karya-karya tulisan tentang kerisauannya akan keadaan umat. Buah pikiran beliau dituang dalam lembar-lembar kertas surat yang di himpun oleh Maulana Manzoor Nu'mani dengan judul Aur Un Ki Deeni Dawat yang ditujukan kepada para ulama dan seluruh umat Islam yang mengambil usaha dakwah ini. Karya beliau yang paling nyata adalah bahwa ia telah meninggalkan kerisuaan dan fikir atas umat Islam hari ini serta metode kerja dakwahnya yang atas ijin Allah SWT telah menyebar ke seluruh dunia. Orang-orang yang mengetahui keadaan umat, Insya Allah akan mengambil jalan dakwah ini sebagai penawar dan obat hatinya, dan akan menjadi sebab hadirnya hidayah bagi dirinya dan orang lain.

Prinsip dan Usaha Membangun Tradisi Dakwah

Dakwah merupakan masalah yang paling penting dalam mengembalikan kejayaan umat Islam. Dampak dakwah pada saat ini tidaklah sepenting yang digariskan, dan seakan sudah tidak ada lagi dalam pikiran orang-orang Islam yang hidup pada zaman ini. Orang-orang Islam mungkin lupa bahwa risalah kenabian dan kerasulan telah ditutup oleh Allah SWT. Sementara agama Islam yang menjadi jalan keselamatan harus sampai ke generasi terakhir umat manusia yang tidak seorangpun mengetahui kapan berakhirnya. Sering diungkapkan dalam riwayat-riwayat tentang penyakit umat-umat nabi terdahulu yang pada saat ini dapat kita lihat sendiri. Maka menjadi tugas umat Islam sebagai pewaris tugas kenabian untuk mendakwahkan agama Allah SWT hingga generasi terakhir dari peradaban manusia.

Dalam pandangan Maulana Muhammad Ilyas dakwah merupakan kewajiban umat Nabi Muhammad saw.

Sumber: http://www.agama.s5.com/agama6.htm (Diakses 15 Mei 2011).

[Dari: Muhamad Umar Chatab (email: muhamadumarchatab@yahoo.com) ]

Sabtu, 25 Juni 2011

Sejarah kota Pompeii

Pompeii adalah sebuah kota zaman Romawi kuno yang telah menjadi puing dekat kota Napoli dan sekarang berada di wilayah Campania, Italia. Pompeii hancur oleh letusan gunung Vesuvius pada 79 M. Debu letusan gunung Vesuvius menimbun kota Pompeii dengan segala isinya sedalam beberapa kaki menyebabkan kota ini hilang selama 1.600 tahun sebelum ditemukan kembali dengan tidak sengaja. Semenjak itu penggalian kembali kota ini memberikan pemandangan yang luar biasa terinci mengenai kehidupan sebuah kota di puncak kejayaan Kekaisaran Romawi. Saat ini kota Pompeii merupakan salah satu dari Situs Warisan Dunia UNESCO.



LOKASI

Pompeii terletak pada koordinat 40°45′00″N 14°29′10″E, sebelah tenggara kota Napoli, dekat dengan kota modern Pompei saat ini. Kota ini berdiri di lokasi yang terbentuk dari aliran lava ke arah utara di hilir Sungai Sarno (zaman dulu bernama "Sarnus"). Saat ini daratan ini agak jauh letaknya di daratan, namun dahulu merupakan daerah yang dekat dengan pantai.

Pada abad pertama M, Pompeii hanyalah salah satu dari sekian kota yang berlokasi di sekitar kaki Gunung Vesuvius. Wilayah ini cukup besar jumlah penduduknya yang menjadi makmur karena daerah pertaniannya subur. Beberapa kelompok kota kecil di sekitar Pompeii seperti Herculaneum juga menderita kerusakan atau kehancuran oleh tragedi letusan Vesuvius.


SEJARAH AWAL

Kota Pompeii didirikan sekitar abad ke-6 SM oleh orang-orang Osci atau Oscan, yaitu suatu kelompok masyarakat di Italia tengah. Saat itu, kota ini sudah digunakan sebagai pelabuhan yang aman oleh para pelaut Yunani dan Fenisia. Ketika orang-orang Etruska mengancam melakukan serangan, kota Pompeii bersekutu dengan orang-orang Yunani yang kemudian menguasai Teluk Napoli. Pada abad ke-5 SM orang-orang Samnium mendudukinya (beserta semua kota di Campania). Para penguasa baru ini memaksakan arsitektur mereka dan memperluas wilayah kota. Diyakini juga bahwa selama pendudukan orang-orang Samnium, Roma sempat merebut kembali Pompeii untuk sementara waktu, namun teori ini belum terbuktikan.

Pompeii ikut ambil peranan dalam peperangan yang dimulai oleh kota-kota Campania melawan Roma, namun pada tahun 89 SM kota ini dikepung oleh Sulla. Walaupun tentara Liga Sosial yang dipimpin oleh Lucius Cluentius ikut membantu dalam melawan Roma, pada tahun 80 SM Pompeii dipaksa menyerah setelah Nola ditaklukkan. Pompeii lalu menjadi sebuah koloni Roma dengan nama: Colonia Cornelia Veneria Pompeianorum. Kota ini menjadi jalur penting bagi barang-barang yang datang lewat laut dan harus dikirim ke Roma atau Italia Selatan yang terletak di sepanjang Via Appia yang tidak jauh dari situ.

Pada tahun 62 M, sebuah gempa bumi hebat merusakkan Pompeii bersama banyak kota lainnya di Campania. Di masa antara tahun 62 M hingga letusan besar Vesuvius tahun 79 M, kota ini dibangun kembali, mungkin lebih megah dalam bidang bangunan dan karya seni dari sebelumnya.


Vesuvius mengubur kota Pompeii

Para penduduk Pompeii, seperti mereka yang hidup di daerah itu sekarang, telah lama terbiasa dengan getaran kecil, namun pada 5 Februari 62 terjadi gempa bumi yang hebat yang menimbulkan kerusakan yang cukup besar di sekitar teluk itu dan khususnya terhadap Pompeii. Sebagian dari kerusakan itu masih belum diperbaiki ketika gunung berapi itu meletus. Namun, ini mungkin merupakan sebuah gempa tektonik daripada gempa yang disebabkan oleh meningkatnya magma yang terdapat di dalam gunung berapi.

Sebuah gempa lainnya, yang lebih ringan, terjadi pada 64; peristiwa ini dicatat oleh Suetonius dalam biografinya tentang Nero, dalam De Vita Caesarum, dan oleh Tacitus dalam Buku XV dari Annales karena hal ini terjadi ketika Nero berada di Napoli dan tampil dalam sebuah pertunjukan untuk pertama kalinya di sebuah Panggung umum. Suetonius mencatat bahwa kaisar tidak memedulikan gempa itu dan terus bernyanyi hingga selesai lagunya, sementara Tacitus mencatat bahwa teater itu runtuh setelah orang-orang di dalamnya dievakuasi.

Penulis Plinius Muda menulis bahwa getaran bumi itu "tidaklah begitu menakutkan karena sering terjadi di Campania".

Pada awal Agustus tahun 79, mata air dan sumur-sumur mengering. Getaran-getaran gempa ringan mulai terjadi pada 20 Agustus 79, dan menjadi semakin sering pada empat hari berikutnya, namun peringatan-peringatan itu tidak disadari orang, dan pada sore hari tanggal 24 Agustus, sebuah letusan gunung berapi yang mematikan terjadi. Ledakan itu merusakkan wilayah tersebut, mengubur Pompeii dan daerah-daerah pemukimanlainnya. Kebetulan tanggal itu bertepatan dengan Vulcanalia, perayaan dewa api Romawi.

Laporan saksi mata satu-satunya yang bertahan dan dapat diandalkan tentang peristiwa ini dicatat oleh Plinius Muda dalam dua pucuk surat kepada sejarahwan Tacitus. Dari rumah pamannya di Misenum, sekitar 35 km dari gunung berapi itu, Plinius melihat sebuah gejala luar biasa yang terjadi di atas Gn. Vesuvius: sebuah awan gelap yang besar berbentuk seperti pohon pinus muncul dari mulut gunung itu. Setelah beberapa lama, awan itu dengan segera menuruni lereng-lereng gunung dan menutupi segala sesuatu di sekitarnya, termasuk laut yang di dekatnya.

"Awan" yang digambarkan oleh Plinius Muda itu kini dikenal sebagai aliran Piroklastik, yaitu awan gas yang sangat panas, debu, dan batu-batu yang meletus dari sebuah vulkano. Plinius mengatakan bahwa beberapa gempa bumi terasa pada saat letusan itu dan diikuti oleh getaran bumi yang dahsyat. Ia juga mencatat bahwa debu juga jatuh dalam bentuk lapisan-lapisan yang sangat tebal dan desa tempat ia berada harus dievakuasi. Laut pun tersedot dan didorong mundur oleh suatu "gempa bumi", sebuah gejala yang disebut oleh para geologiwan modern sebagai Tsunami.

Gambarannya lalu beralih kepada fakta bahwa matahari tertutup oleh letusan itu dan siang hari menjadi gelap gulita. Pamannya, Plinius Tua mengambil beberapa kapal untuk meneliti gejala ini dan menyelamatkan orang-orang yang terperangkap di kaki gunung itu. Karena tidak dapat mendarat dekat vulkano itu karena angin yang tidak menguntungkan dan debu yang dihasilkan letusan itu, Plinius Tua melanjutkan perjalanan ke Stabiae sekitar 4,5 km dari Pompei. Ia meninggal di sana keesokan harinya. Dalam suratnya yang pertama kepada Tacitus, kemenakannya menduga bahwa ini disebabkan karena pamannya menghirup gas beracun. Namun Stabiae 16 km jauhnya dari tempat kejadian dan rekan-rekannya tampaknya tidak terpengaruh oleh hirupan udara itu, dan karena itu kemungkinan sekali kematiannya disebabkan karena Plinius yang gemuk itu meninggal karena stroke atau serangan jantung.


Lenyap selama 16 abad

Lapisan debu tebal menutupi dua buah kota yang lokasinya dekat dengan kaki gunung Vesuvius, sehingga kedua kota ini menjadi hilang dan terlupakan. Kemudian kota Herculaneum ditemukan kembali pada 1738, dan Pompeii pada 1748. Kedua kota ini digali kembali dari lapisan debu tebal dengan membebaskan semua bangunan-bangunan dan lukisan dinding yang masih utuh. Sebenarnya, kota ini telah ditemukan kembali pada 1599 oleh seorang arsitek bernama Fontana yang menggali sebuah jalan baru untuk sungai Sarno, namun membutuhkan lebih dari 150 tahun kemudian barulah sebuah upaya/kampanye serius dilakukan untuk membebaskan kota ini dari timbunan tanah.

Raja Charles VII dari dua Sisilia sangat tertarik dengan temuan-temuan ini bahkan hingga ia diangkat menjadi raja Spanyol. Giuseppe Fiorelli mengambil tanggung jawab ekskavasi pada 1860. Hingga saat itu Pompeii dan Herculaneum dianggap telah hilang selamanya. Di kemudian hari, Giuseppe Fiorelli adalah orang yang menyarankan penggunaan teknik injeksi plester terhadap ruangan kosong dalam tubuh korban Vesuvius yang sudah hancur untuk membentuk kembali permukaan tubuh mereka secara sempurna.

(Gambar: Pasangan penduduk Pompeii)

Ada teori tanpa bukti yang menyatakan bahwa Fontana menemukan beberapa fresko erotis selama penggalian yang dilakukannya, namun karena norma-norma kesopanan yang amat kuat saat itu ia mengubur fresko-fresko itu kembali. Hal ini diperkuat oleh laporan-laporan penggalian oleh tim lain sesudahnya yang menyatakan bahwa daerah galian tersebut menunjukkan suasana telah pernah digali dan dikuburkan kembali.

Forum (bangunan untuk keperluan sosial), pemandian, beberapa rumah/gedung dan sejumlah villa telah dapat diselamatkan dengan baik. Sebuah hotel (dengan luas 1000 meter persegi) ditemukan dekat dengan lokasi kota. Hotel ini lalu dinamakan "Grand Hotel Murecine".

(Gambar: Fresko dekoratif: "Dewi Europa dan sang Lembu")

Fakta menyatakan bahwa Pompeii merupakan satu-satunya situs kota kuno di mana keseluruhan struktur topografinya dapat diketahui dengan pasti tanpa memerlukan modifikasi atau penambahan. Kota ini tidak dibagi sesuai dengan pola-pola kota Romawi pada umumnya dikarenakan permukaan tanah yang tidak datar (kota ini berada di kaki gunung). Namun jalan-jalan di kota ini dibuat lurus dan berpola pada tradisi murni Romawi kuno, permukaan jalan terdiri dari batu-batu poligon dan memiliki bangunan-bangunan rumah dan toko-toko di kedua sisi jalan, mengikuti decumanus dan cardusnya. Decumanus adalah jalan-jalan yang merentang dari timur ke barat, sementara cardus merentang dari utara ke selatan.


Gempa bumi, longsor dan kerusakan akibat letusan gunung berapi

Sebuah bidang penelitian penting saat ini berkaitan dengan struktur-struktur, yang kini sedang diperbaiki, pada masa letusan (kemungkinan rusak pada waktu gempa di tahun 62). Sebagian dari lukisan-lukisan tua yang rusak agaknya tertutup dengan lukisan-lukisan yang lebih baru, dan alat-alat modern digunakan untuk menemukan kembali gambaran dari fresko-fresko yang telah lama tersembunyi. Alasan tentang mengapa struktur-struktur ini masih diperbaiki 10 tahun setelah letusan itu adalah kenyataan bahwa frekuensi ledakan menjelang ledakan yang hebat itu semakin kecil.

Kebanyakan penggalian arkeologis di situs itu hanya sampai tingkat jalanan pada peristiwa vulkanik tahun 79. Penggalian-penggalian yang lebih dalam di bagian Pompeii yang lebih tua dan contoh-contoh utama dari pengeboran-pengeboran di dekatnya telah menunjukkan lapisan-lapisan dari berbagai sedimen yang menunjukkan bahwa peristiwa-peristiwa lain telah melanda kota itu sebelum terjadinya ledakan yang terkenal itu, karena ada tiga lapisan sedimen yang terletak di bawah kota itu yang ditemukan di atas lapisan lava. Bercampur dengan sedimen ini ditemukan pula oleh para arkeolog potongan-potongan kecil dari tulang-tulang binatang, potongan-potongan keramik dan potongan-potongan tumbuhan. Dengan menggunakan penanggalan karbon, lapisan yang tertua diperkirakan berasal dari abad ke-8 SM, sekitar masa pendirian kota itu. Dua lapisan lainnya dipisahkan dari lapisan-lapisan lainnya dengan lapisan tanah yang dikembangkan dengan baik atau merupakan jalan yang dibuat orang Romawi pada sekitar abad ke-4 SM dan abad ke-2 SM. Teori di balik lapisan-lapisan dari beraneka sedimen ini adalah tanah longsor yang hebat, yang mungkin didorong oleh hujan yang turun berkepanjangan. (Senatore, et al., 2004)

Pada penggalian-penggalian awal situs ini, sesekali ditemukan lubang di dalam lapisan abu yang berisi sisa-sisa tulang manusia. Giuseppe Fiorelli mengusulkan untuk mengisi ruang-ruang kosong itu dengan semen. Apa yang dihasilkan adalah bentuk-bentuk yang sangat akurat dan mengerikan dari Pompeiani (warga Pompeii) yang gagal melarikan diri, dalam saat-saat terakhir hidup mereka. Untuk sebagian dari mereka, ungkapan ketakutan itu cukup jelas kelihatan.

(Gambar: Para korban letusan)

Para geologiwan telah menggunakan sifat-sifat magnetik dari batu-batu dan serpihan-serpihan yang ditemukan di Pompeii untuk memperkirakan temperatur aliran piroklaktik yang mengubur kota itu. Ketika batu yang meleleh itu membeku kembali, mineral magnetik dalam batu itu mencatat arah bidang magnet Bumi. Bila bahan itu dipanaskan melampaui temperatur tertentu, yang dikenal sebagai temperatur Curie, bidang magnetnya mungkin akan dimodivikasi atau sama sekali diatur kembali.

(Gambar: Sebuah jalan sepi di Pompeii)

Analisis terhadap lebih dari 200 buah batu vulkanik dan serpihan-serpihan, seperti atap genting, menunjukkan bahwa awan debu itu panasnya hingga 850 °C ketika muncul dari mulut Vesuvius. Awan itu mendingin hingga kurang dari 350 °C pada saat tiba di kota itu. Banyak dari bahan-bahan yang dianalisis mengalami temperatur antara 240 °C hingga 340 °C. Beberapa daerah memperlihatkan temperatur yang lebih rendah, hanya 180 °C. Ada teori yang mengatakan bahwa guncangan mungkin telah menyebabkan tercampurnya udara dingin ke dalam awan debu itu. (Cioni, et al., 2004)


PENEMUAN-PENEMUAN UNIK

Kota Pompeii memberikan gambaran sesaat mengenai kehidupan kota Romawi di abad pertama. Gambaran sesaat ini memperlihatkan bahwa Pompeii merupakan kota yang sangat hidup sebelum terjadinya letusan gunung. Bukti-bukti memberi petunjuk hingga ke hal yang amat detil dari kehidupan sehari-hari mereka. Misalnya, pada lantai sebuah rumah (rumah Sirico) sebuah tulisan terkenal Salve, lucru (Selamat datang, uang), mungkin dimaksudkan sebagai humor, menunjukkan kepada kita perusahaan perdagangan yang dimiliki oleh dua sejawat, Sirico dan Nummianus (namun nama ini mungkin hanya julukan, karena nummus berarti mata uang, uang). Di rumah-rumah lainnya, terdapat banyak gambaran terinci mengenai profesi dan kategori, seperti pekerja binatu (Fullones). Kendi-kendi anggur bertuliskan Vesuvinum (istilah permainan kata dalam perdagangan). Grafiti yang dipahat di dinding memberitahu kita akan nama suatu jalan.

(Gambar: Teatro Grande "Teater Besar" dengan kapasitas penoton yang banyak terletak di sebelah teater Piccollo)

Ketika letusan terjadi, kota Pompeii mungkin memiliki penduduk sejumlah 20.000 orang dan berlokasi di area di mana orang Roma memiliki vila-vila liburan mereka. Banyak pelayanan yang disediakan di kota Pompeii ditemukan, misalnya: Macellum (pasar raya menyediakan makanan), Pistrinum (penggilingan gandum), Thermopolium (sejenis bar yang menyediakan minuman dingin dan panas), cauporioe (restoran kecil), dan sebuah amfiteater.

(Gambar: Fresko-fresko Pompeii yang dapat diselamatkan menawarkan pengetahuan yang tiada bandingnya mengenai kebudayaan dari kota purbakala ini)

Tahun 2002 penemuan lain yang tak kalah pentingnya di hilir sungai Sarno mengungkapkan bahwa pelabuhan tersebut juga memiliki banyak penduduk dan para penduduknya tinggal di palafitte (desa dengan rumah-rumah yang menjorok di atas danau), dalam sebuah sistem kanal yang, menurut para ilmuwan, menyerupai kanal-kanal di Venesia. Namun fakta ini masih harus dipelajari lebih jauh.